The Snipers [1/2]

The Snipers Luhan

The Snipers [1/2] || Sparkdey

Xi Luhan || Song Na Ra (OC) || Kim Jong In || Choi Hana (OC)

SupCast : Wu Yi Fan/Kris, Oh Sehun, Park Chanyeol, Yi Xing/Lay

Action, Romance, Friendship || PG-18 || Twoshoot

 

Annyeong, ini FF pertama author yang bergenre action lohhh, semoga pada suka ya hihiw^^ oh iya kalau sudah membaca jangan lupa tinggalin jejak kalian, caranya dengan kasih like atau kasih komentar. Komentar itu sangat berarti loh buat author, sekalipun kritikan dan saran pasti akan author terima dengan senang hati J okaayy, happy reading yaa readers-nim :*

Note : FF kali ini terinspirasi dari Movie nya Detective Conan yaa~

PROLOG ||

Matahari di pagi hari telah menerangi kota Seoul dengan terangnya. Seluruh penduduk di kota Seoul sudah menjalankan aktivitas mereka sejak pagi buta demi mencari nafkah untuk keluarga mereka dan juga untuk menimba ilmu bagi para pelajar dan mahasiswa. Lain halnya dengan seorang namja yang berketurunan China ini, Luhan, Xi Luhan, nama namja itu.

Luhan sudah berada di rumah temannya sejak kecil, Song Na Ra. Luhan memang lahir di China namun pada saat SD dia beserta seluruh keluarganya pindah ke Seoul karena tugas sang ayah di pindahkan ke Seoul. Dan Song Na Ra lah yang menjadi teman perempuan pertama Luhan sejak dia pindah ke Seoul, rumah mereka tidak berdekatan, namun mereka masih tetap dalam satu perumahan, Kingdom Village.

“YA! Ada perlu apa kau memanggilku pagi – pagi seperti ini? Menganggu jadwalku yang sudah aku buat sebelumnya, kau tahu? Aku sudah merencanakan untuk membaca novel dan bermain sepak bola hari ini dengan teman club ku, hanya karena kau saja, aku membatalkan semua jadwalku untuk hari ini. Jadi cepat katakan, apa yang kau inginkan huh?” jelas Luhan kesal pada yeoja yang sedang sibuk membersihkan ruang tamu.

Yeoja itu tidak bergeming sama sekali, dia hanya tetap berkonsentrasi membersihkan ruang tamu rumahnya sambil bersenandung kecil. Yeoja itu, Na Ra, sangat senang melakukan bersih – bersih, walaupun Luhan sudah berapa kali berteriak, berbicara, dan melakukan apapun untuk membuat yeoja itu berbicara padanya, Na Ra tidak akan terpengaruh hingga menurut Na Ra ruangannya itu sudah bersih lalu dia akan mulai berbicara lagi.

“Aish jinjja! Sudahlah aku pulang saja!” sahut Luhan dengan penuh kekesalan di dalam benaknya.

Luhan segera menuju pintu rumah Na Ra dan segera memakai sepatunya.

“Ya! Kau ini kenapa sangat tidak sabar eoh? Kau mengenalku sudah 10 tahun lebih, Lu. Kau pun tahu jika aku sedang melakukan suatu pekerjaan, aku tidak akan terpengaruh oleh apapun. Kau seperti baru mengenalku kemarin saja, Lu!” teriak Na Ra dengan menahan amarah.

“Kenapa sekarang jadi kau yang marah – marah kepadaku? Seharusnya aku yang marah – marah kepadamu, Na Ra-ya!” jawab Luhan tidak mau kalah.

“Aku memintamu datang pagi – pagi seperti ini karena aku ingin membicarakan tentang project kita, tentang tugas akhir kita, kau tahu kan bahwa Jong Dae seongsanim memberikan tugas apa? Tugas itu lumayan sulit jika kita tidak mengerti apa yang akan kita buat dan seperti apa konsepnya, Lu. Cepat kau kembali masuk dan menunggu lah di ruang tengah, sebentar lagi Hana akan datang. Setelah itu kita akan menentukan konsepnya” jelas Na Ra dengan nada kesal yang masih tertahan.

Luhan melepas sepatunya dan segera menggantinya dengan alas kaki yang sudah Luhan pakai sebelumnya. Luhan berjalan masuk ke dalam ruang tengah milik keluarga Na Ra. Luhan masih merasa kesal kepada Na Ra, walaupun dia sudah mengenal Na Ra lebih dari 10 tahun, Luhan masih tidak suka akan sikap Na Ra yang seperti tadi –terlalu berkonsentrasi-. Luhan selalu menahan rasa kesalnya agar mereka tidak saling salah paham.

Luhan mendengar dering bel rumah Na Ra berbunyi. Dengan cepat Luhan membuka pintu rumah Na Ra dan mempersilahkan tamu tersebut untuk masuk. Na Ra sedang berada di kamar mandi, jadi Luhan yang menggantikan Na Ra untuk membukakan pintunya.

“Lu?” Tanya gadis itu heran. “Na Ra? Dia dimana?” tanyanya lagi.

“Sudahlah lebih baik kau masuk saja , Hana-ya” jawab Luhan malas.

Hana akhirnya masuk ke dalam rumah Na Ra dengan di ikuti Luhan dari belakang. Luhan memberikan kaleng cola pada Hana yang memang sudah Na Ra persiapkan. Luhan duduk dengan melipat kedua kakinya menjadi sila di atas sofa ruang tengah tersebut sambil menikmati tontonan bola yang merupakan siaran ulang dari pertandingan semalam.

“Ya! Kenapa tidak kau tendang saja ke temannya yang di sayap kiri, aish jinjja, ini sungguh membuatku kesal saja” teriak Luhan dengan kesalnya.

“Hhhh Lu, sudahlah aku tidak mengerti tontonan seperti ini, berikan aku remotnya!” teriak Hana dengan sedikit memaksa Luhan.

“Shireo, ini sedang seru” jawab Luhan yang masih focus menonton siaran ulang bolanya.

Akhirnya Na Ra datang dan langsung mengambil alih remot yang sedang di perebutkan oleh Luhan dan Hana. Lalu mematikan TV yang sedang seru bagi Luhan dan membosankan bagi Hana. Na Ra menyuruh kedua temannya itu untuk bersikap focus kali ini.

“Chingudeul~ tugas dari Jong Dae seongsanim memang cukup sulit, kalian ingin kita membuat apa?” Tanya Na Ra. Luhan menaikkan bahunya tanda dia tidak tahu harus membuat apa.

“Kau memang tidak bisa di andalkan, Lu” celetuk Hana.

“YAA! Aish kau ini selalu mengesalkan seperti biasanya” jawab Luhan sinis.

“AIsh.. sudah – sudah. Bagaimana denganmu Hana-ya, apa kau punya ide?” Tanya Na Ra dengan melihat Hana intens.

“Aku juga tidak memiliki ide. Ah tapi bagaimana kalau kita pergi ke Namsan Tower saja?” jawab Hana.

“Namsan Tower?” kata Luhan dan Na Ra bersamaan lalu mereka berdua saling bertatap – tatapan.

“Ne, Namsan Tower, dari atas sana aku yakin jika pemandangannya bagus di sana dan kita dapat memilih bangunan mana yang akan kita gunakan sebagai konsep tugas akhir kita ini” kata Hana berseri – seri.

“Ah idemu menarik juga, Hana-ya! Bagaimana denganmu, Lu?” Tanya Na Ra pada Luhan.

“Huh? Ah.. oh ne, aku ikut kalian saja” jawab Luhan mengiyakan.

“Baiklah!! Kapan kita akan ke sana?” kali ini Hana yang bertanya.

“Hmm… kalau hari Kamis? Eottoke?” Luhan memberikan idenya kali ini.

“Boleh juga, Kamis ya. Kita akan berkumpul di depan Namsan Tower ne, jam 10 pagi” kata Na Ra menentukan jadwal pertemuan mereka.

“Arraseo” jawab Hana.

Hana sudah pergi dari rumah Na Ra di karenakan Hana harus menghadiri pembukaan pameran yang akan di buka oleh pamannya. Hana sudah menawarkan Na Ra dan Luhan untuk ikut bersamanya, namun Luhan menolak ajakannya itu dan Na Ra pun tidak bisa pergi karena ayahnya belum juga pulang. Luhan membantu Na Ra membereskan ruang tengah rumah Na Ra. Setelah selesai Luhan kembali ke rumahnya.

D-Day Namsan Tower…

Matahari pagi hari masuk ke dalam jendela kamar seorang pria tampan bernama Xi Luhan, dengan cepat dia langsung menutup wajahnya yang terkena silau akibat cahaya matahari yang sudah tinggi. Dengan malas Luhan mengubah posisinya menjadi duduk di tepi ranjangnya lalu mengambil ponselnya. Di sana terdapat reminder bahwa hari ini merupakan hari yang telah di sepakati bersama oleh mereka untuk pergi ke Namsan Tower demi tugas akhir mereka.

Dering ponsel Luhan terdengar ketika Luhan hendak beranjak dari ranjangnya itu. Luhan melihat caller ID nya dan ternyata itu adalah panggilan dari Na Ra. Dengan cepat Luhan langsung mengangkat telfon tersebut.

“Yeoboseyo?” sapa Luhan.

“Ah Lu, bisakah kau menjemputku? Appa sudah pergi tadi setelah sarapan dan aku tidak tahu dia mau kemana” pinta Na Ra.

“Baiklah, setengah jam lagi aku akan sampai di rumahmu” jawab Luhan yang langsung mengakhiri panggilan tersebut secara sepihak.

Na Ra sudah siap dengan memakai celana jeans berwarna biru muda dengan atasan berwarna putih polos serta rambutnya di biarkan tergerai. Luhan sudah sampai di rumah Na Ra dan segera mengajak Na Ra berangkat bersama lalu bertemu dengan Hana di Namsan Tower.

“Tumben sekali kau terlihat cantik?” Tanya Luhan sambil mengemudikan mobilnya pelan.

“Ya! Jadi maksudmu aku tidak cantik huh?” Tanya Na Ra sambil memanyunkan bibirnya.

“Menurutmu saja” jawab Luhan singkat.

“Menurutku? Aku cantik” cetus Na Ra sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

“Terserah kau saja” Luhan menjawab tanpa menoleh kea rah Na Ra.

Kini Luhan dan Na Ra sudah sampai di tempat pertemuan mereka dengan Hana, namun Hana belum juga muncul. Tak berapa lama mereka menunggu akhirnya Hana datang juga dengan nafasnya yang terengah – engah sehabis berlari.

“Kau.. mengapa kau seperti habis berlari?” Tanya Luhan sambil melihat Hana dari atas sampai bawah.

“Kau, kalian harus membantuku!” pinta Hana sambil memegang bahu Luhan.

“Membantu? Dalam hal apa, Hana-ya?” Tanya Na Ra.

“Temani aku ke Dongdaemun, sekarang juga!! Ppali!” teriak Hana panik.

Luhan beserta Na Ra dan Hana langsung berlari ke tempat dimana mobil Luhan di parkirkan. Luhan langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan yang lebih cepat dari sebelumnya menuju Dongdaemun.

“Jelaskan pada aku dan Luhan, sekarang juga! Kau ini kenapa?” Tanya Na Ra.

“Umh… anu…” jawab Hana terbata – bata.

“Cepat jelaskan pada kami, Hana-ya!” perintah Luhan sambil tetap focus pada jalanan.

“Jadi… tadi pagi aku di suruh oleh eomma membelikan baju untuk oppa ku yang hari ini akan pulang dari Kanada.. dan aku tidak tahu harus apa. Jika aku tidak membelikannya, aku bisa saja di marahi oleh eomma. Maka dari itu aku meminta bantuan dari kalian” jelas Hana.

“Lalu kenapa kau berlari?” Tanya Luhan.

“Aku ingin membuat kalian panik” jawab Hana dengan cengirannya.

“YA! KAU INI… AISH JINJJA! KAU INI SUNGGUH MENGESALKAN!!” teriak Luhan sambil memberhentikan mobilnya secara mendadak.

“Ya! Kau jangan memberhentikan mobilnya secara mendadak, Lu!” teriak Na Ra.

“Ah mianhae ne” Luhan kembali melajukan mobilnya menuju Dongdaemun.

Kini mereka sudah berada di tempat perbelanjaan wilayah Dongdaemun. Hana sibuk memilih toko mana yang akan dia masuki terlebih dahulu. Sedangkan Luhan hanya setia mengikuti Hana serta Na Ra kemanapun. Akhirnya Hana menemukan toko yang dia rasa cukup bagus untuk membelikan baju oppanya. Luhan hanya menunggu di luar, karena memilih baju pasti akan lama untuk seorang perempuan.

Hana kebingungan memilihkan baju untuk oppanya. Sosok oppanya sangat tinggi, lebih tinggi dari Luhan. Dan juga oppa nya itu memiliki kulit putih seputih susu serta wajah yang tampan. Akhirnya Hana menanyakan kepada Na Ra baju mana yang sekiranya cocok dengan oppa nya itu. Na Ra dan Luhan sudah pernah beberapa kali bertemu dengan oppa nya Hana sebelum oppa nya Hana pergi ke Kanada untuk kuliah di sana.

Na Ra pun bingung akan pilihan Hana yang berikan kepadanya. Tidak ada pilihan lain, selain menarik Luhan masuk ke dalam toko itu dan meminta pendapat Luhan, karena namja pasti mengerti seperti apa kesukaan mereka.

“Lu, ikut aku” Na Ra menarik tangan Luhan dan membawanya masuk ke dalam toko.

Kini Luhan sudah berada di hadapan Hana. Dengan cepat Hana mencoba mencocokkan baju yang di pilihnya ke badan Luhan, karena warna kulit Luhan sama dengan oppanya walaupun berbeda tingginya.

“Lu, menurutmu mana yang lebih bagus?” Hana menjejerkan 2 buah baju ke hadapan Luhan.

“Yang ini” tunjuk Luhan pada t-shirt berwarna hitam dan terdapat corak seperti galaxy.

“Kalau yang ini?” Tanya Hana lagi sambil menjejerkan 2 buah jas ke hadapan Luhan.

“Yang ini lumayan” Luhan menunjuk jas berwarna hitam dengan 2 buah kancing.

“Gomapta, Lu” kata Hana senang dengan senyumannya yang manis itu.

Hana sudah selesai berbelanja di Dongdaemun dan Luhan lah yang membawakan barang belanjaan Hana.

‘Sudah kuduga akan berakhir seperti ini’ batin Luhan.

Hana dan Na Ra mampir ke toko – toko yang menjual baju perempuan, entah apa yang akan mereka beli, namun hal itu sukses membuat Luhan menjadi kesal karena Luhan pasti di suruh membawa barang belanjaan mereka. Hana dan Na Ra memasuki toko yang bernama “Twin Shop”, dan seperti biasa Luhan menunggu mereka di luar. Hana dan Na Ra memilih baju yang sama, yap karena hari ini merupakan hari persahabatan di dunia maka Hana dan Na Ra membeli baju yang sama.

Hana dan Na Ra akhirnya keluar dari toko tersebut dan menghampiri Luhan yang sedang asyik memainkan ponselnya. Hana dan Na Ra memberikan tas belanjaan mereka pada Luhan lalu berjalan lagi dengan santai.

“YA! Kalian mengajakku ke sini hanya untuk menjadi supir kalian dan membawakan barang belanjaan kalian eoh?!” teriak Luhan kesal.

“Bawa barang belanjaan kalian sendiri!” Luhan berjalan mendekati kedua yeoja itu dan langsung pergi meninggalkan mereka.

“Lu! Chakkaman!” teriak Hana dan Luhan langsung berhenti.

“Mianhae ne, kajja sekarang kita ke Namsan Tower” ajak Hana, namun tatapan Luhan tidak mengenakkan bagi Hana dan Na Ra.

Luhan berjalan di depan kedua yeoja itu dengan tergesa – gesa dan perasaan kesal yang terpendam. Kedua yeoja itu hanya mengikuti langkah Luhan yang begitu cepat di belakangnya dan sampailah mereka di parkiran mobil Luhan lalu masuk ke dalam mobil Luhan. Suasana begitu hening karena tidak ada yang mengawali pembicaraan di antara mereka. 30 menit mereka sampai di Namsan Tower.

“Kalian masuklah duluan, aku akan menyusul kalian setelah memarkirkan mobilku” kata Luhan yang langsung melajukan mobilnya.

Hana dan Na Ra kini sudah berada di puncak Namsan Tower, mereka mengagumi keindahan yang terlihat dari atas sana dengan di hiasi gembok cinta yang ada di setiap pagarnya. Mereka langsung meneliti bangunan mana yang akan mereka jadikan konsep, Na Ra langsung mengeluarkan kamera yang sudah ia bawa sebelumnya.

“Bagaimana, apa kalian sudah  menemukan bangunan mana yang akan kita jadikan konsep?” Tanya Luhan.

“Ah, kau mengagetkanku, Lu. Ah, soal itu bagaimana kalau kita menjadikan gedung yang paling tinggi itu sebagai konsep objek kita?” Tanya Na Ra sambil menujuk bangunan itu.

“Boleh juga, aku akan mengatur skala perbandingannya ya” sahut Hana.

“Baiklah Hana-ya, aku akan menyiapkan perlengkapannya nanti” sahut Luhan.

“Dan aku akan memberikan daftar apa saja yang kita butuhkan padamu nanti, Lu” kata Na Ra dan Luhan mengangguk setuju.

Hana dan Na Ra sibuk memandangi pemandangan yang indah di sana. Luhan menyadari ada beberapa tour guide yang sedang memandu para turis di Namsan Tower ini lalu kembali menikmati keindahan pemandangan di sana.

“That building is the tallest building in Seoul after this Namsan Tower. You can investation in that building because that building is a hotel, 5 star hotel” jelas tour guide itu pada 2 turis.

“Woaahh amazing” balas turis itu.

“Of course ma’am” jawab tour guide itu.

‘Ya! Kau ini berbohong pada turis itu, mana mungkin bangunan itu hotel bintang 5, yang kau tunjuk itu adalah Kingdom Hotel yang rating nya masih berbintang 3’ batin Luhan.

‘Huh? Seperti ada yang mengamatiku saat ini’ batin Luhan lagi.

DOOORR…

Bunyi tembakan yang nyaris tidak terdengar itu mampu melumpuhkan tour guide yang berada di sebelah Luhan dengan luka tembakan di kepalanya. Luhan langsung mencari arah mana datangnya peluru itu. Dan Luhan menemukannya dari gedung yang berada tak jauh dari Namsan Tower ini, gedung yang cukup tinggi untuk melakukan penembakan jarak jauh itu.

“SEMUANYA TIARAP!” teriak Luhan dan seluruh pengunjung pun langsung melakukan tiarap seperti apa yang di katakan oleh Luhan.

‘Na Ra.. ah syukurlah dia baik – baik saja. Hana? Syukurlah’ batin Luhan.

Luhan langsung berlari menuju gedung yang menjadi lokasi sniper tersebut.

‘Sial bagaimana mungkin kejadian itu tepat di depan mataku. Dan tidak salah lagi pasti dia menggunakan sniper MK-25, hanya sniper itu yang mampu melakukan penembakan jarak jauh seperti itu’ batin Luhan.

Luhan terus berlari menuju gedung itu dan akhirnya dia memasuki gedung itu lalu menaiki tangga darurat untuk sampai ke rooftop gedung itu. Luhan terus berkeliling di rooftop itu dan Luhan menemukan selosong peluru yang masih panas dan sebuah dadu angka 4 di sana.

‘Sudah kuduga dia memakai sniper MK-25’ batin Luhan.

Luhan terus berlari di tangga darurat gedung itu, sebuah gedung perkantoran yang sudah lama tidak terpakai lagi dan sedang di renovasi untuk di jadikan sebuah hotel. Keluar dari gedung itu, Luhan pun melihat seseorang dengan tas yang begitu panjang dan besar di punggungnya. Bentuk tas itu cocok sekali dengan bentuk sniper MK-25. Luhan berlari mengejar snipers itu dan terus mengikutinya.

“Lu, cepat naik!” teriak seorang namja di sampingnya dengan motornya.

“Ah? Okay” Luhan langsung duduk di belakang namja itu.

Mereka berdua terus mengejar orang tersebut, yang telah di jadikan tersangka atas penembakan yang terjadi di Namsan Tower tadi. Luhan dan namja itu adalah seorang detektif, detektif SMA yang sama – sama terkenal. Luhan adalah detektif dari Seoul, sedangkan namja itu adalah detektif dari Busan.

“Jadi tadi kau berada di Namsan Tower juga?” Tanya Luhan pada namja itu.

“Ne, aku sedang menyelidiki namja yang menjadi tour guide itu, aku di minta oleh teman sekolahku untuk mencari tahu tentang namja itu karena dia akan menikah dengan namja itu” kata namja itu.

“Ah jadi begitu, baiklah kita harus menangkap dia!” ketus Luhan.

Mereka terus mengikuti namja itu dan beberapa mobil patrol polisi juga ikut mengejarnya, berkat telfon yang Luhan minta pada pihak kepolisian. Sampai pada akhirnya mereka sekarang berada di jembatan dan dari 2 arah yang berlawanan sekelompok mobil polisi sudah mengepung snipers tersebut. Luhan dan namja itu masih tertinggal jauh di belakang.

DUAARRR…

Terdengar seperti bunyi bom. Bunyi itu terdengar dari arah tengah jembatan yang menjadi lokasi pengepungan. Beberapa mobil polisi sudah terbakar akibat lemparan granat yang di berikan oleh snipers itu. Luhan dan namja itu makin geram. Snipers itu keluar dari kobaran api yang ada di hadapan Luhan dan namja itu. Dia keluar dengan motornya dan tentu dengan tas nya yang berisi sniper itu.

Luhan dan namja itu sempat bertatapan mata dengan snipers itu dan mereka langsung kembali mengejar snipers itu hingga mereka kini berada di sebuah gudang tua, gudang yang sudah tidak di pakai lagi.

“Kau pintar juga, melemparkan sebuah sticker pada motor itu agar kita dapat mengikutinya dari jarak jauh, Lu” kata namja itu.

“Tentu saja, aku selalu menyimpannya di kantongku. Untuk berjaga – jaga saja” jawab Luhan.

“Ingat, dari sini kita harus pelan – pelan ne, jangan sampai kehadiran kita di ketahui oleh orang itu” lanjut Luhan.

Mereka terus berjalan kaki menuju arah gps yang terdapat pada motor snipers itu. Tak di sangka snipers itu sudah menunggu mereka di ujung jalan dan menodongkan pistolnya ke arah Luhan dan namja itu.

“DIE” kata snipers itu pelan sambil menarik pelatuk pistolnya.

Dengan sigap Luhan berhasil sembunyi dekat tumpukan jerami yang ada di sana, namun namja itu tidak berhasil melarikan diri dari arah datangnya peluru yang di keluarkan oleh pistol snipers itu. Namja itu merintih kesakitan, walaupun lengannya hanya tergores peluru, namun itu tetaplah sakit baginya.

Tak lama sebuah mobil pun datang dari arah belakang Luhan dan namja itu. Sontak Luhan langsung menarik namja itu dan ikut berlindung bersamanya di balik tumpukan jerami. Mobil itu terus melaju ke arah snipers itu dan terjadi baku tembak di antara mereka. Luhan tidak tahu siapa mereka, yang pasti Luhan tahu bahwa mobil itu berada di pihak yang sama dengan Luhan.

“You’re mine!” teriak seseorang yang keluar dari mobil itu, dia adalah Oh Sehun, agent FBI yang sedang berada di Korea.

DOR.. DOR.. DOR…

Bunyi tembakan terus terdengar di sana hingga Sehun kehabisan peluru dan akhirnya dia berlindung di dekat mobil yang dia gunakan untuk menuju ke sini. Kini seorang partner Sehun keluar dan berjalan menuju arah Luhan dan arah namja itu.

“Kalian baik – baik saja?” Tanya partner Sehun itu, Park Chanyeol, seorang agent FBI yang juga sedang berada di Korea.

DORR.. DORR.. DORR.. DORR..

4 buah peluru berhasil mengenai Chanyeol yang kini berada di depan Luhan dan namja itu, Suho nama namja yang sedang bersama Luhan sekarang.

“Chanyeol-aaahhh” teriak Sehun.

Sebuah granat berhasil di lemparkan menuju mobil yang menjadi tameng bagi Sehun.

DUAARR…

 

TO BE CONTINUE…

Bagaimanakah kelanjutan kisahnya? Apakah Sehun selamat dari lemparan granat itu? Apakah Chanyeol akan baik – baik saja setelah 4 peluru berhasil mengenainya?

 

Tadaaaa~~ selesai juga nih part 1 nya hoho, oh iya author cuman bikin 2 chapter aja ya untuk FF The Snipers ini. Gimana hayo gimana chapter 1 ini? Seru kah, tegang kah, bosenin kah, atau apa? Kkk~ JANGAN LUPA YA TINGGALIN KOMENTAR KALIAN DI SINI, DON’T BE A SILENT READERS. *author nya ga  nyante* komentar kalian berupa saran kritikan atau apapun akan author terima dengan senang hati kok hehe. Dengan adanya komentar kalian, author pasti semangat lagi buat bikin chapter 2 nya. Okaayy, see you readers-nim :**

Satu respons untuk “The Snipers [1/2]

Tinggalkan komentar